Dampak Negatif, Jika Oknum Pelaku Pungli Program PTSL di Desa Sekar Biru, Parittigatidak Ditindak Tegas

Pungli Program PTSL

LDN, Parittiga, Bangka Barat – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) merupakan inisiatif pemerintah yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas hak atas tanah di Indonesia. Program ini penting bagi masyarakat karena bertujuan untuk mengurangi sengketa lahan, serta memberikan akses yang lebih mudah bagi masyarakat dalam mengurus dokumen kepemilikan tanah. Melalui PTSL, masyarakat dapat memiliki sertifikat tanah yang legal dan diakui oleh negara, sehingga memberikan perlindungan hukum bagi pemiliknya.

Di desa Sekar Biru, Bangka Barat, pelaksanaan program PTSL sangat bergantung pada kepala desa (kades) sebagai pengemban tugas dari pemerintah dalam melayani masyarakat. Kades memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa proses pendaftaran berjalan lancar dan sesuai dengan ketentuan yang ada. Namun, dalam implementasinya, munculnya pungutan liar (pungli) menjadi ancaman serius terhadap tujuan mulia dari program ini. Pungli dapat terjadi ketika oknum tertentu mencoba mengambil keuntungan dari masyarakat dengan mewajibkan pembayaran di luar ketentuan resmi yang telah ditetapkan, yang pada akhirnya merugikan masyarakat itu sendiri.

Kejadian pungli tidak hanya mencederai integritas program PTSL, tetapi juga menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Jika oknum kades Sekar Biru terlibat bahkan terbukti sebagai pelaku pungli dalam pelaksanaan program ini, maka dampak negatifnya akan lebih luas. Selain itu, akan timbul penolakan dari masyarakat untuk mengikuti program ini, sehingga keinginan pemerintah untuk menyelesaikan masalah pertanahan seakan terhambat. Urgensi penanganan isu pungli dalam program PTSL di Sekar Biru sangat penting apabila ingin memastikan bahwa masyarakat mendapatkan haknya secara adil dan transparan. Penanganan yang efektif akan meningkatkan kepercayaan terhadap kinerja pemerintah serta menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi kesejahteraan masyarakat di Bangka Barat.

Dampak Sosial dari Pungli yang Tidak Ditindak

Salah satu dampak paling signifikan yang muncul dari tindakan pungli yang diduga dilakukan oleh kades di Sekar Biru, Bangka Barat adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemangku kepentingan. Ketika masyarakat mengetahui bahwa ada pelaku pungli dalam program PTSL, seperti kades yang seharusnya menjadi panutan, akan timbul perasaan skeptis dan ketidakpuasan. Masyarakat cenderung merasa bahwa mereka ditipu dan tidak dihargai, yang dirasakan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak mereka.

Ketidakpercayaan ini dapat berujung pada potensi konflik sosial. Masyarakat yang merasa dirugikan akan lebih mungkin untuk mengungkapkan ketidakpuasan mereka, yang dapat memicu ketegangan antar warga. Saat masyarakat mulai saling mencurigai satu sama lain, termasuk terhadap kades dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam program PTSL, situasi sosial dapat memburuk. Hal ini jelas menunjukkan bahwa pengabaian terhadap kebijakan anti-pungli dapat memiliki dampak kultural yang meluas, dimana ikatan sosial masyarakat di Sekar Biru dapat terancam.

Lebih jauh lagi, tindakan pungli juga memengaruhi partisipasi warga dalam berbagai program pemerintah. Dalam konteks ini, masyarakat mungkin merasa enggan untuk terlibat dalam program yang seharusnya bermanfaat bagi mereka, seperti program PTSL dan inisiatif pembangunan lainnya. Mereka mungkin merasa bahwa jika ada pelaku pungli yang tidak ditindak, rendahnya integritas dalam administrasi publik dapat membuat mereka merasa tidak berdaya dan tidak berharga.

Selain itu, dampak negatif terhadap moral dan etika masyarakat pun tidak bisa diabaikan. Tindakan pungli yang terbawa oleh kades dapat membuat norma sosial yang sehat menjadi terdistorsi. Jika masyarakat di Sekar Biru merasa bahwa korupsi kecil ini dibiarkan, lambat laun akan mengubah persepsi mereka tentang apa yang dianggap benar dan salah dalam masyarakat.

Ekonomi: Kerugian yang Diderita Masyarakat

Pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan oleh kepala desa Sekar Biru, Bangka Barat, dapat menimbulkan dampak ekonomi yang merugikan masyarakat secara signifikan. Salah satu dampak pertama yang terlihat adalah kerugian finansial langsung bagi masyarakat yang harus membayar biaya tambahan untuk layanan yang seharusnya gratis atau terjangkau. Dalam konteks program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap), masyarakat yang seharusnya mendapatkan sertifikat tanah dengan biaya yang minim justru terpaksa mengeluarkan uang lebih banyak akibat praktik pungli yang diterapkan oleh kades. Hal ini tidak hanya mengakibatkan beban ekonomi yang berat, tetapi juga menciptakan ketidakadilan sosial di antara warga desa.

Selain kerugian finansial langsung, dampak jangka panjang dari praktik pungli ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lokal. Akses layanan publik yang seharusnya mudah menjadi terbatas ketika biaya yang dibebankan oleh pelaku pungli menghalangi masyarakat untuk mendapatkan layanan dasar. Misalnya, masyarakat yang tidak mampu membayar pungli mungkin akan menunda pengurusan hak atas tanah, yang berdampak pada ketidakpastian investasi dan pengembangan lahan. Dalam jangka panjang, ini dapat mengakibatkan stagnasi ekonomi, mengurangi peluang usaha, serta memperlambat pertumbuhan sektor ekonomi di Sekar Biru.

Stabilitas ekonomi di Sekar Biru juga terganggu oleh praktik pungli, karena hal ini menciptakan mistrust antara masyarakat dan pemerintah. Ketidakpuasan terhadap pelayanan publik yang tidak transparan dapat menyebabkan masyarakat enggan berpartisipasi dalam program-program pembangunan yang ada, termasuk program-program yang dicanangkan oleh Kejari Mentok dan pihak berwenang lainnya. Dengan demikian, menariknya investasi dan pengembangan infrastruktur menjadi semakin sulit, mengakibatkan wilayah tersebut tertinggal dibandingkan dengan daerah lain.

Solusi dan Rekomendasi untuk Menangani Kasus ini

Dalam menghadapi kasus pungli yang melibatkan Kades Sekar Biru di Bangka Barat, perlu adanya pendekatan yang terstruktur dan sistematis untuk menanggulangi permasalahan ini secara efektif. Tindakan tegas dari pihak berwenang, termasuk kejaksaan negeri (Kejari Mentok), sangat penting agar pelaku pungli dapat diberdayakan sesuai hukum yang berlaku. Penegakan hukum yang tegas akan memberikan efek jera tidak hanya kepada individu yang terlibat, tetapi juga akan menciptakan budaya anti-korupsi di lingkungan masyarakat.

Selanjutnya, di tingkat masyarakat, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak masing-masing terkait program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap). Sosialisasi yang menyeluruh mengenai program ini perlu dilakukan agar masyarakat tidak terjebak dalam praktik pungli. Kades dan aparatur desa harus memfasilitasi informasi ini dengan akurat dan transparan, dan menyampaikan bahwa setiap layanan yang berkaitan dengan PTSL seharusnya diakses tanpa biaya tambahan.

Masyarakat juga perlu diberikan saluran yang aman dan rahasia untuk melaporkan kasus pungli. Dengan adanya sistem pelaporan yang mudah diakses, orang-orang yang menjadi korban pungli dapat melaporkan pengalaman mereka tanpa takut akan stigma atau pembalasan dari pelaku pungli. Ini akan menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan akuntabel, serta mendukung upaya penegakan hukum yang sedang berjalan.

Selain itu, stakeholder terkait, termasuk pemerintah desa dan lembaga swadaya masyarakat, harus bekerja sama untuk mengadakan kegiatan pendidikan serta workshop yang mengedukasi masyarakat tentang hak-hak mereka. Melalui upaya bersama ini, diharapkan praktik pungli yang melibatkan kades atau pelaku pungli dalam program PTSL dapat diminimalisir dan masyarakat dapat lebih terlindungi.( Henddra Widjaja )

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page